Pages

Senin, 23 Agustus 2010

The Spirit of SOLO



Posting pertama tentang catatan perjalanan meransel seorang diri di Kota budaya Surakarta(Solo), berbekal kamera dan ransel pinjaman dari pemilik hifatlobrain.blogspot.com serta dua lembar uang bertuliskan teks proklamasi Indonesia, maka saya mulailah perjalanan singkat nan memikat ini.

Solo (Surakarta) sebuah kota bersejarah dibagian tengah pulau jawa, tempat dimana sisa-sisa kejayaan peradaban kerajaan Mataram jawa masih bisa kita temui disetiap sudut kota dan sendi kehidupan masyarakatnya, dari masih berdiri kokohnya keraton dua kerajaan akibat perpecahan Trah Mataram, yaitu Keraton Kasunanan Surakarta dan Keraton Kadipaten Pura Mangkunegaran, serta masih terjaganya “the Royal Family” dari keduanya. Dan juga dari bentuk-bentuk bangunan di kota solo hingga kultur karakter masyarakat kota Solo yang masih memegang erat adat tradisi dan sejarah kearifan budaya jawa masa lampau.

Mengunjungi kota solo seakan membawa kita ke masa dimana ambisi kehidupan duniawi dapat berjalan selaras dengan hasrat akan tradisi dan kearifan dalam menjalani kehidupan. Tak perlu khawatir akan berbagai hambatan yang akan kita temui dikota ini karena Disini anda akan disambut oleh senyuman ramah dan tawaran akan berbagai bantuan yang tulus. Karena masyarakat kota Solo dikenal dengan temperamennya yang halus dengan intonasi bicara yang cenderung pelan dan sangat menghormat, khas warga Jawa Tengah, membuat kita akan semakin enggan untuk segera beranjak meninggalkan kota ini.





Kota yang mempunyai slogan “Solo,the Spirit of Java” ini lalu lintas merupakan hal yang sangat wajib dinikmati ketika menjelajah, karena entah bagaimana berkendara dikota ini kita seperti diajak merasakan sensasi “the slow motion of traffic” yang benar benar nyata. Saya merasa semua kendaraan bermotor dikota ini sepertinya di setting untuk tidak melebihi kecepatan 60 km/jam saat berjalan. Attitude berkendara yang santun sangat terasa dikota ini, sangat jarang dimiliki oleh mayoritas berkendara warga dikota lain, Tidak ada orang yang tampak terburu-buru dalam berkendara disini. Bahkan saya sering menemukan persimpangan jalan yang tanpa dilengkapi dengan Traffic light (BangJo orang Solo menyebutnya), namun saya sangat yakin jarang terjadi insiden kecelakaan dilokasi itu.

Sebagai kota dengan sejarah pemerintahan kerajaan Jawa masa lalu, Solo menjadi saksi betapa panjangnya perjalanan dan pembelajaran yang dialami, dalam melewati masa demi masa dan berbagai akulturasi budaya yang akhirnya membentuk karakter dan memberi warna tersendiri pada perkembangan kota Solo. Berkembang dari wilayah suatu desa bernama Desa Sala, di tepian sungai bengawan solo yang dibangun pada tahun 1745 sebagai akibat dari peristiwa “geger pacinan”, Solo berkembang menjadi suatu wilayah “Vorstanlande” atau daerah kekusaan raja yang sangat diperhitungkan oleh pemerintahan kolonial Belanda pada masa penjajahan, hal ini di lihat dari banyaknya bangunan bergaya Kolonialisme yang bersanding apik dengan properti bangunan milik kerajaan di kota Solo.



Berjalan dari kawasan alun-alun Arsopuro anda akan disambut oleh sebuah benteng militer tua khas Kolonial yang dibangun pada tahun 1874 bernama “Kavallerie - Artillerie” yang masih tegak berdiri tepat diluar dari tembok keraton Puro Mangkunegaran, dengan warnanya yang telah usang dan berlumut, benteng yang telah berusia sekitar 136 tahun ini seakan mencoba bercerita tentang kegagahannya dimasa lalu sebagai menara gading eksistensi cengkraman kolonial VOC dibumi Jawa.

Jalan raya didepan Alun-alun ini disebut kawasan Ngarsopuro dan telah didapuk sebagai kawasan City Walk Kota Solo, dengan berbagai fasilitas yang telah dibangun untuk menghias area tersebut, terlihat dari banyaknya lampu hias berwarna warni yang mungkin terlihat romantis bagi muda-mudi Solo, patung pemain gamelan, deretan Topeng wayang, lukisan berukuran besar dan adanya pasar seni yang menjual berbagai hasil industry kreatif Kota Solo. berkunjung kekawasan ini pada pukul 19.00 hingga 23.00 kita akan dapat mendengarkan alunan gending jawa dari sound system yang akan mengiringi langkah kaki penikmat jejalan malam di Kota ini.





Beranjak dari kawasan Ngarsopuro, kita dapat meneruskan perjalanan pada beberapa tempat eksotis lain dikota Solo diantaranya adalah Keraton Surakarta dan Kampung Batik Lawean.

Keraton Surakarta













Keraton Surakarta ialah “Spot Touristy” yang paling mudah ditemukan dikota Solo, hampir semua warga Kota Solo tahu persis tentang lokasi keberadaan Kediaman Dinasti Pakubuwono ini. Keraton ini memang dikhususkan dihuni oleh keluarga Kerajaan dari Garis keturunan Susuhunan Pakubuwono beserta para punggawa dan abdi dalam keraton, terletak didekat alun-alun utara Kota Solo bersebelahan tepat dengan pasar batik Klewer dan Masjid Agung Solo. Keraton dengan bentuk bangunan perpaduan Jawa – Belanda ini didominasi oleh warna Putih dan biru muda, sebagai simbol Feodal Jawa dimasa lalu Keraton Solo hingga saat ini masih dapat menunjukkan wibawanya sebagai tempat tinggal anggota keluarga kasta tertinggi dalam masyarakat Jawa Solo.

Didalam keraton saat ini kita masih dapat melihat sisa-sisa sejarah tingginya intensitas dari akulturasi budaya Jawa dan Belanda, seperti adanya dua buah meriam dgn logo VOC berada didepan gerbang, kereta Kuda keraton Surakarta dengan Logo VOC dipintu sampingnya dan banyaknya pilar dan patung-patung ala romawi berada diarea lautan pasir dijantung Keraton. Bila ingin berkunjung Tempat ini dibuka pukul 09.00 pagi sampai pukul 14.00.

Kampung Batik Lawean




Kampung batik Laweyan ialah Salah satu kawasan Heritage dikota Solo yang saya kategorikan “must to see”. Laweyan ialah suatu Desa di pinggiran Kota Solo yang menjadikan Batik sebagai denyut nadi kehidupan masyarakatnya, Kampung lawas ini sarat dengan ribuan cerita tentang sejarah kehidupan masyarakat kota Solo “tempoe doeloe”.

Ratusan Bangunan kuno berjajar rapi menyambut kita dengan senyum tuanya disepanjang jalan dan lorong-lorong kampung ini. Kampung laweyan memiliki banyak lorong-lorong sempit yang memisahkan satu rumah dengan yang lain, akibat dari banyaknya benteng/pagar tinggi bangunan-bangunan rumah milik para saudaga batik yang ingin memperoleh keamanan maupun Privacy di tanah kekuasaan tempat tinggalnya, tentu saja Lorong-lorong ini menawarkan hal baru yang siap kita jelajahi, dan jangan bayangkan lorong-lorong dikampung ini seperti gang-gang sempit dikota besar seperti Jakarta dan Surabaya yang kumuh dan jorok, namun bersiaplah memasuki suatu kawasan surga wisata sejarah yang akan membawa kita mengingat memory masa-masa pra-kemerdekaan yang kental disini.









Didalam lorong-lorong inilah kita akan menemukan cerita bagaimana asal-usul batik di Kota Solo itu berasal. Terdapat puluhan pabrik kain Batik di sini, mulai dari Kain batik tulis dengan para pekerja wanita yang tampak sangat teliti dalam menorehkan canting batik diatas selembar kain putih, batik cap, batik lukis, hingga batik sablon yang menggunakan film sablon berukuran jumbo. Disini kita juga dapat membeli kain batik langsung dari sumbernya karena kebanyakan pabrik batik disini memiliki display room sendiri untuk menjual kain batik hasil produksi mereka. Semua proses dalam pembuatan kain batik dilakukan di kampung ini, Pembatikan, pencelupan, penjualan hingga instalasi pengolahan Limbah cair dari pabrik-pabrik batik pun ada di kampung ini.

Tidak hanya Batik yang akan bisa kita temui disini, kita dapat menemukan sebuah museum bernama “Museum Samanhoedi” sesuai namanya museum ini banyak bercerita tentang perjuangan KH. Samanhudi seorang pahlawan pergerakan nasional dan pendiri Sarikat Dagang Islam yang didirikannya pada tahun 1911 di Kampung Laweyan.







Berkunjung ke Kota ini membuat kita merasakan “Spirit of Java” yang sebenarnya dan akan mebuat kita enggan melupakan setiap detil sensasinya. Bagi anda yang masih duduk manis menikmati TV dan menonton Cinta Fitri, segera berdiri!! “Kemasi Ranselmu dan segera langkahkan kakimu”.

Thanks to:
Ayos Purwoaji atas pinjaman Kamera dan ranselnya.
Sdr. R.B. Muhammad Yusuf dan sdr. Tauvik al Makmun atas hospitality dan tumpangannya dalam menjelajahi Kota Solo.
Kementrian Perindustrian Republik Indonesia atas undangan Diklatnya.
Kawan-kawan dan pembimbing Diklat Desain Furniture di Kusuma Sahid Prince Hotel Solo “7 hari yang tak terlupakan, senang bisa mengenal kalian”.

Senin, 14 Juni 2010

Prolog



Ya, akhirnya saya mulai berani juga menggerakkan jemari diatas keyboard usang komputer butut nan tersayang didalam kamar dengan cahaya temaram ditemani kepulan asap dari rokok kretek favorit yang beradu dengan hembusan kipas angin hingga membuat kepulan asap berbalik arah dan memapar muka kusut saya yang memang belum terjamah air semenjak pagi. Sebenarnya niat untuk mulai mencoba menulis telah berkecambah sejak lama tetapi entah kenapa niat ini tak kunjung bertunas atau mungkin tak juga berani terlaksana lebih tepatnya. Mungkin karena terlalu banyak pikiran dan kata-kata yang berserakan memenuhi otak seperti halnya keadaan kamar yang penuh dengan barang dan tumpukan pakaian yang tak pernah beringsut untuk dibersihkan lebih dari selama sebulan ini.

Tapi setelah membaca tulisan dari Andreas Harsono berjudul “menulis butuh tahu dan berani” yang saya dapat dari Ayos membuat saya terlecut, mungkin karena adanya satu kalimat dari Pramoedya Ananta toer yang dikutip dalam tulisannya
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."
Benar-benar membuat saya tersadar dan berkata pada diri saya sendiri
Saya tidak boleh hilang dalam sejarah, terlebih sejarah hidup saya sendiri”.
tulisan memang ibarat batu nisan makam yang tak akan lapuk dimakan rayap dan cacing di ladang pemakaman ketika jasad tak lagi utuh dibaliknya.

Seperti halnya keadaan kamar saya yang berserakan diperlukan helaan nafas panjang dan niat yang mantap untuk mulai memunguti satu persatu barang dan menata kembali menjadi rapi dan teratur, diperlukan juga keberanian dan sepercik motivasi untuk mulai merangkai kata-kata yang selama ini beterbangan memenuhi otak yang bebal menjadi sebuah tulisan amatir seperti ini.



Saya menulis hanya karena “saya ingin menulis” dengan seribu alasan yang menyertainya walau saat ini masih belumlah sangup untuk saya kuak, tulisan saya bukan dibuat untuk menjadi karya jurnalistik tingkat tinggi ataupun karya sastra fenomenal, bahkan tulisan saya saat ini masih belum berasa, masih hambar tak berbumbu reportase ataupun bergaram hipotesa riset, tidak juga saya berharap akan sefenomenal karya-karya Pram, sekritis Gunawan Muhammad dengan Catatan Pinggirnya, tidak pula serenyah Hifat-lobrain Ayos Purwoaji yang harus jujur saya akui sangat2 memotivasi saya dengan rangkaian kata-kata “fun”nya yang cenderung bersifat adiktif bagi saya untuk terus membaca dan menunggu posting-posting terbarunya, layaknya menanti Ariel dengan Video-video skandal mesumnya yang dapat menggetarkan jagat Layar kaca, layar Monitor dan layar Handphone rakyat negeri ini.

nantinya saya akan berusaha menulis dengan Enjoy dan mengena tidak seperti omongan Bapak(Abah) saya yang sangat-sangat panjang lebar nan berputar-putar namun miskin sari pati. Namun mencoba senyaman wejangan Ustad ngaji saya dikeputih yang selalu sukses membuat mata saya terlelap dengan tubuh tetap sopan bersila dan terjaga.

Bersamaan ini saya juga me “re-Launch” Blog saya yang saya baptis dengan nama “anaknakalbanyakakal.blogspot.com” semoga blog ini akan dapat berkembang dan memberi manfaat kepada siapa saja yang membaca.
mari belajar dan berkarya bersama…

Selamat menikmati